ads

Minggu, 17 Januari 2010

Budaya SOGOK


REPUBLIKA, Kamis, 6 Maret 2008.

Dalam sejarah Islam tercatat, Umar bin Abdul Azis dikenal sebagai seorang khalifah yang sangat jujur, tidak pernah mau menerima hadiah dari siapapun. Sesaat setelah dinobatkan datanglah seorang konglomorat yang hendak memberikan hadiah kepadanya. Tapi, khalifah menolak keras pemberian itu. Umar bin Abdul Aziz mengartikannya sebagai usaha penyuapan dan penyogokan.

Kolusi dan persekongkolan antara pejabat dan pengusaha yang dapat berdampak pada penyuapan, penyogokan, korupsi, dan pemberian katebelece, sangat ditentang keras oleh Islam. Apabila dilakukan oleh seorang pejabat, ketika dilantik atas nama Allah dia bersumpah untuk tidak menerima hadiah atas sesuatu pemberian yang diketahui atau diperkirakan akan merugikan Negara dan jabatannya. Suatu sumpah yang dipertanggungjawabkan kepada Allah.

Ini dijelaskan baik dalam alquran maupun sunah. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang yang memberikan sogok, yang menerimanya, dan yang menjadi perantaranya, semua masuk neraka.”

Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika mendapat laporan bahwa gubernurnya di Mesir dijamu makan oleh para pengusaha setempat, dia menjadi khawatir dan memperingatkan, “Tegakkanlah keadilan dalam pemerintahan dan pada diri Anda sendiri, dan carilah kepuasan rakyat, karena kepuasan rakyat memandulkan kepuasan segelintir orang yang berkedudukan istimewa. Ingatlah! Segelintir orang yang berkedudukan istimewa itu tak akan mendekatkan Anda ketika Anda dalam kesulitan.”

Untuk menangkal sikap tak terpuji, Imam Ghazali menyatakan, malu dan takut kepada Allah merupakan langkah pencegahan paling efektif untuk menangkis segala penyelewengan, termasuk korupsi dan penyogokan. Rasulullah SAW menyebutkan tanda-tanda orang munafik. Salah satu di antaranya adalah ‘apabila dia dipercaya, dia berkhianat’. Sabdanya lagi, “Sesungguhnya tak ada agama bagi orang yang tidak mempunyai amanat.”

Sedangkan menurut ulama kontemporer Sayid Sabiq, “Kejujuran adalah tiang keutamaan, tanda kemajuan, bukti kesempurnaan dan penampilan dari perilaku yang bersih.”
Dari berbagai ayat Alquran dan hadits Nabi SAW menjadi jelas dan tidak disangsikan lagi bahwa Islam mengutuk segala bentuk kolusi, penyuapan, dan sogok-menyogok, mengingat bahayanya bagi masyarakat. Aparat yang ‘terbeli’ tidak dapat lagi bersikap objektif, sementara rakyat kecil di bidang hukum mendapat perlakuan yang tidak adil. Apabila hal ini dibiarkan akan membahayakan sendi-sendi Negara, dan hilanglah kepercayaan rakyat terhadap aparat penegak hukum.

Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita takut kepada Allah atas tindakan kita yang menjurus kepada budaya SUAP, KORUPSI. Budaya suap pada saat ini ada yang dilakukan dengan cara terang-terangan ada juga yang malu-malu sehingga berusaha menyamarkan nama ‘SUAP’ itu dengan istilah lain. Banyak sekali bentuk SUAP dan KORUPSI pada saat ini, diantaranya, selalu memotong hak orang lain dengan dalih kalau bukan dia yeng berusaha maka tidak akan begini dan tidak akan begitu, padahal secara tugas itu adalah kewajibannya.

Sebagai bentuk terimakasih juga merupakan salah satu bentuk lain dari budaya SUAP, dan banyak lagi hal-hal sekecil apapun yang menjurus kepada budaya SUAP. Ini banyak terjadi pada birokrasi hampir seluruh instansi di Indonesia dari mulai instansi pemerintahan, keuangan sampai instansi pendidikan. Oleh karenanya kebiasaan ini menjadi mengakar dari tiap level mulai atas sampai bawah.

Banyak diantanya orang yang telah dilantik menjadi pejabat atau pemimpin yang pada awalanya terpercaya dan bersih karena silau oleh dunia akhirnya menjadi terbiasa dengan budaya tersebut shingga mata rantai budaya SUAP sulit sekali di putuskan. Mudah – mudahan kita terhindar dari budaya SUAP yang bahayanya telah disebutkan diatas dengan cara TAKUT DAN MALU KEPADA ALLAH SWT. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar

Posting Komentar